
Berita sebelumnya mengenai pernyataan Prof. Hanif tentang Perangkat Desa tak perlu diangkat menjadi PNS, Perihal ini dalam hitungan menit cepat menyebar luas ke grup grup Perangkat Desa di Whatsaap, Telegram dan Facebook.
Sehingga terjadi kegaduhan mengenai pernyataan itu, Pimpinan Pusat PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia) bergerak cepat untuk meminta klarifikasi kepad Prof. Hanif dan inilah hasil klarifikasinya :
Waalaikumsalam.
Terima kasih Pak atas silaturahim nya dengan saya. Apa yang ditulis oleh wartawan di Pers tentu tidak selengkap yang saya tulis dalam buku. Mengenai yang Bapak tanyakan itu saya tulis dalam Bab 9.
Bab 9 berbunyi RAKYAT DESA MENJADI KORBAN PEMERINTAH DESA DAN PEMERINTAH ATASAN.
Bab 9 ini saya angkat berdasarkan data bahwa negara tidak membentuk pemerintahan formal di desa. Pemerintahan desa tidak diselenggarakan oleh ASN karir yang profesional. Perangkat desa tidak mempunyai NIP, tidak mempunyai gaji sebagaimana ASN, tidak mendapat kenaikan jabatan struktural, tidak mendapatkan pelatihan kepemimpinan, dan tidak mendapatkan pensiun. Tapi perangkat desa diberi tugas birokratis dan teknokratis sebagaimana ASN.
Berdasarkan data itu saya mengkritik kebijakan politik negara. Saya katakan negara tidak adil kepada rakyat desa. Rakyat desa sama-sama membayar pajak sebagaimana rakyat kota Mengapa diberi pemerintahan seperti itu. Dengan memberi pemerintahan seperti itu maka terjadi 3 korban di desa.
Korban pertama adalah rakyat desa. Rakyat Desa tidak mendapatkan pelayanan dari pemerintahan formal sebagaimana orang kota.
Korban kedua adalah perangkat desa. Perangkat desa adalah pegawai pemerintah desa yang bekerja full time bahkan melebihi jam kerja tapi statusnya bukan ASN. Sehingga tidak mendapatkan hak-hak sebagaimana ASN.
Mungkin disinilah teman-teman perangkat desa tersinggung. Di sini saya memberi penjelasan bahwa perangkat desa diatur oleh negara dengan empat tugas yang paling nyata:
1) menarik pajak;
2) memberi surat pengantar atau keterangan KTP dan lain-lain;
3) melaksanakan proyek Kabupaten, provinsi, Kementerian, dan lembaga Pusat;
4) melaksanakan perintah camat, kepala dinas, Bupati, gubernur, menteri, Kepala Badan dan lembaga Pusat, dan presiden.
Mohon maaf Pak itu adalah data riil dari lapangan. Saya tidak ngarang-ngarang. Waktu saya ke kabupaten Agam Sumatera Barat berdiskusi dengan Bupati, Sekretaris, Daerah, ketua Bappeda, Kepala Badan pemberdayaan masyarakat nagari, 10 Wali Nagari, 10 kepala kerapatan adat Nagari, 10 ketua Badan Musyawarah Nagari, 3 dosen Universitas Andalas, dan 20 pegawai Kabupaten berkali-kali data tsb saya validasi: apakah tugas riil perangkat Nagari hanya 4 itu atau ada tambahannya. Mereka semua mengatakan hanya 4 itu saja.
Korban yang ketiga adalah kepala desa. Saya katakan bahwa kepala desa adalah korban politik Negara karena statusnya tidak seperti bupati yang sebagai pejabat negara. Padahal sama-sama dipilih rakyat. Kepala desa tidak mempunyai hak-hak sebagai pejabat negara seperti hak protokoler, tunjangan pejabat negara, biaya perjalanan dinas untuk pejabat negara, dan uang kehormatan pasca tugas.
Semua yang saya tulis itu berdasarkan data bukan ngarang-ngarang. Jadi Sekali lagi saya tidak bermaksud menyakiti siapapun.
"kami harap teman-teman lebih bersabar dan bijak dalam menyikapi hal ini, Yakinlah teman-teman seperjuangan PPDI tak akan tinggal diam, tapi juga tak mau gegabah" pesan Ketua PPDI Lampung TRIYONO.


